Kakek Muhadi saat menjajakan 'Cikrak' bambu. Foto: Agus. S |
Feature, Lampung Timur - Sinar matahari sore mulai menyingsing. Hilir mudik kendaraan di Jalan Lintas Bandar Sribhawono, Lampung Timur masih terlihat ramai.
Tampak seorang lelaki sepuh duduk di atas trotoar seraya menjajakan dagangannya. Batinnya bercita-cita bisa mengantongi untung ribuan rupiah.
Jemari tangannya terlihat gemetar menghitung lembaran duit kertas pecahan lima ribuan dan dua ribuan. Uang kertas lusuh tersebut disimpannya di dalam plastik kresek warna biru.
Matanya terlihat sayup, goresan keningnya mencerminkan kelelahan. Bibirnya yang kering perlahan menghitung lembaran lembaran duit lusuh hasil jualannya.
"Syukur nak hari ini bisa untung Rp8 ribu," kata lelaki sepuh penjaja 'cikrak'.
Saat didatangi Kupas Tuntas di trotoar Bandar Sribhawono, Sabtu (29/8/2020), deviden Rp8 ribu itu, didapat dari memasarkan 4 buah cikrak bambu. Sementara masih tersisa 5 cikrak yang sedang di atas sepeda butut keluaran 1984 silam.
Kakek sepuh yang mempunyai nama Muhadi tersebut setiap hari memasarkan 'cikrak' bambu yang dijual dengan memakai sepeda butut miliknya.
"Cikrak nya saya taruh di boncengan, namun sepedanya saya dorong tidak saya naiki. Sudah gak berani naik sebab lewat jalan raya tidak sedikit mobil besar," keluh Muhadi.
Dengan umur 97 tahun, di saldo kekuatan diatas raga yang telah renta, pancatan tapak kaki kakek tersebut setiap hari beradu dengan panasnya aspal, melulu beralaskan sandal jepit yang telah menipis.
Pria kelahiran 1923 tersebut berjuang memperjuangkan hidupnya dengan berkeliling berkilo-kilo guna menjajakan cikrak bambu.
Muhadi menyatakan mengambil cikrak bambu tersebut dari orang beda dengan harga Rp15 ribu, kemudian dia jual Rp17 ribu.
"Cikraknya beli dari orang bukan bikin sendiri," cerah Kakek yang menyatakan tinggal di Desa Sripendowo, Kecamatan Bandarsribhawono.
Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah tersebut tinggal bareng istrinya. Anak-anaknya telah berumah tangga dan bermukim di wilayah yang jauh darinya.
Sang Surya semakin tenggelam, lelaki 97 tahun tersebut mulai berkemas. Tangan rapuhnya mecengkram erat stang sepeda.
Kaki kurus dengan kulit yang telah mengeriput melangkah longlai mengarah ke pulang, dengan Rp8 ribu untuk keperluan makan sampai kelak hari. (Agus. S)
Sumber : Kupastuntas.co
0 Komentar