Nenek 70 tahun itu masih semangat keliling menjual sapu lidi. Foto: Agus. S |
Feature, Lampung Timur - Panas menyengat, masa-masa menunjukan pukul 10.20 WIB. Nampak Nenek Painah, sesosok wanita sepuh yang menapakkan kaki nya perlahan di bawah terik matahari yang cukup menyengat.
Butir-butir keringat jatuh mengairi wajah nya yang telah mengeriput, pandangan sayupnya sarat doa mengharap rezeki dari Sang Ilahi.
Setapak demi setapak tahapan kaki renta tersebut menelusuri masing-masing rumah. Tubuh yang sudah membungkuk sebab usia menyisakan tidak banyak tenaga di umur 70 tahun nya.
Selendang merah tidak banyak menutupi rambut putihnya pun menjadi pelindung dari panasnya sengatan matahari. Sesekali wanita sepuh itu mengusapkan ujung selendangnya ke muka, mencuci butir-butir keringat yang terdapat di wajahnya.
Suara renta "sapu.... sapu" terus terlontar dari mulut nya. Nenek sepuh tersebut mengais rejeki guna bertahan hidup. Menjual sapu lidi yang dihargai Rp10 ribu per ikat.
Tangan kiri membawa 8 ikat sapu lidi, sedangkan tangan kanan memegang satu ikat yang tidak jarang kali dijajakan di setiap lokasi tinggal yang ia singgahi.
"Sapu 10 ribu, sapu mbak masih tidak sedikit ini," tawar nenek.
Terlihat motivasi yang bersemangat di mata nenek Painah yang bermukim di Desa Brajaharjosari, Kecamatan Brajaselebah, Lampung Timur ini.
"Saya bermukim di Brajaharjosari. Saya jual keliling ke rumah-rumah," cerita Painah, dengan dialek Jawa nya kepada Kupas Tuntas.
Tidak jarang juga, sapu lidi yang dijual wanita sepuh itu tidak laku sama sekali. (Agus. S)
Sumber : Kupastuntas.co
0 Komentar