Lampungfeature, Lampung Timur - 'Saya sekarang konsentrasi membuat jalan, jalan kebajikan menuju alam kelanggengan'. Perkataan bersirat tersebut keluar dari seorang pendeta Budi Yasa (88), yang memanfaatkan umur senjanya mengabdi Vihara Buddha Kirti di Desa Way Mili, Kecamatan Gunung Pelindung.
Ketika masuk ke dalam Vihara Buddha Kirti, seolah berada dalam hutan dengan pohon-pohon besar yang sudah ber umur puluhan tahun, serta mengelilingi Vihara di atas areal seluas 1,5 hektare.
Suara burung di pepohonan seolah menunjukan dirinya (burung) hidup dengan nyaman. Gemercik air yang terbit dari sumber mata air alami menciptakan suasana sahdu di tengah hutan.
"Masuk dek, buka saja gerbangnya tidak dikunci. Kita ngobrol di teras Vihara saja," sambut lelaki sepuh dengan dialek Jawa yang kental kepada Kupas Tuntas.
Dari sorot matanya yang teduh dan aura wajah yang memancarkan kasih sayang tersebut, menandakan bahwa Budi Yasa adalah seseorang yang dihormati di Vihara tersebut.
Sebelum berbincang, penunggu Vihara menyuruh masuk ke dalam ruangan yang luas berkapasitas 100 orang lebih.
Saat masuk dalam ruang Vihara, tepat dari mulut pintu, terlihat suatu patung Budha Gautama yang bersanding dengan patung Dewi Kwan Im dan patung Maetreya, yang merupakan ruang utama penyembahan di hari-hari tertentu.
Ruang Vihara terlihat remang dengan sorot neon-neon kecil bersinar merah. Lantunan doa mahakaruna dharani menggema lirih di dalam ruang, sehingga meningkatkan suasana menjadi sakral.
"Kebersihan ruangan tidak jarang kami jaga. Sebab tempat ini ialah tempat suci untuk agama kami," ujar Pendeta Budi Yasa.
Budi Yasa menjadi pendeta semenjak tahun 1997. Sementara dirinya mengabdikan hidupnya guna mengurus Vihara semenjak 1994 atau 27 tahun.
"Sejak menunggu Vihara, saya telah menghilangkan benak dari flamboyan nya duniawi. Saya hanya konsentrasi mencari jalan yang baik mengarah ke alam kekekalan ketika nanti saya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa," kata Budi Yasa di atas teras Vihara.
Selama pandemi Covid-19, dirinya membersihkan lingkungan Vihara, karena nyaris setahun tidak ada pekerjaan keagamaan di Vihara. Sebelum pandemi, setiap hari Minggu dirinya menyiapkan perangkat untuk pekerjaan kebaktian.
Setiap tanggal 15 purnama dirinya pun menyiapkan perlengkapan untuk ritual dan di luar keagamaan Budha. Pendeta tersebut setiap malam Jumat Kliwon menyiapkan sesaji untuk mengerjakan selamatan.
"Kalau selamatan Malam Jumat Kliwon itu kebiasaan Jawa. Tidak tergolong dari ibadah Buddha," terangnya.
Jemaat yang aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan sebelum Covid-19 mewabah ada 27 Kepala Keluarga yang terdapat di sekitaran Way Mili.
"Tapi kini mereka ibadah di rumah masing-masing, sebab kami mematuhi instruksi pemerintah," ungkap Pendeta sepuh itu.
Vihara Buddha Kirti pun menjadi tempat ibadah yang bersinergi dengan alam. Penjaga Vihara dari generasi ke generasi selalu mengawal kelestarian alam. Seperti mengawal dua mata air besar yang terdapat di lingkaran Vihara.
Dua mata air tersebut sangat menolong petani sekitar. Karena tidak pernah kering, jadi dapat mencukupi kebutuhan petani di atas sawah belasan hektare.
"Disini terdapat dua mata air besar. Sebelum adanya Vihara telah ada mata air tersebut. Kami sengaja tidak menebang pohon-pohon besar supaya mata air tetap terjaga," tutup Budi Yasa.
Budi Yasa tinggal bareng istri nya di lingkup Vihara Buddha Kirti. Sementara empat anak nya telah berkeluarga dan sudah berumah tangga sendiri. (Agus. S)
Sumber : Kupastuntas.co
0 Komentar